Beranda / Opini / Surga yang Terancam, Raja Ampat di Persimpangan

Surga yang Terancam, Raja Ampat di Persimpangan

Di tengah gelombang pujian sebagai destinasi wisata kelas dunia, Raja Ampat justru menghadapi gelombang yang lain—yang lebih gelap, lebih dalam: ancaman tambang nikel yang membelah keheningan alamnya dan mengusik ekosistemnya.

Waspadai Rusaknya Surga Laut

Raja Ampat, kawasan konservasi laut di Papua Barat Daya, kembali menjadi sorotan nasional. Bukan karena keindahan karangnya, melainkan karena masuknya aktivitas pertambangan yang dinilai mengancam keberlangsungan lingkungan dan kehidupan masyarakat adat.

Empat perusahaan tambang telah dibekukan izinnya oleh pemerintah, namun satu perusahaan—PT Gag Nikel—masih terus beroperasi. Berlokasi di Pulau Gag, aktivitas tambang ini memicu kekhawatiran luas, terutama dari kelompok adat dan pegiat lingkungan.

Apa yang Terjadi?

Puluhan hektare hutan telah ditebang, wilayah pesisir berubah fungsi, dan sedimentasi dari sisa tambang mulai mencemari laut. Terumbu karang—yang menjadi rumah bagi ribuan spesies laut—terancam tertutup lumpur. Akibatnya, ikan menjauh, penyu dan pari manta terganggu, dan potensi wisata selam pun menurun drastis.

Konflik sosial pun mulai mengemuka. Komunitas adat Kawe dan sejumlah marga lainnya menyatakan penolakan keras terhadap tambang. Bagi mereka, ini bukan sekadar soal lingkungan, tapi juga soal tanah adat, warisan leluhur, dan masa depan anak cucu.

Apa Dampaknya?

  • Lingkungan: Penurunan kualitas air laut, kerusakan terumbu karang, hilangnya spesies endemik.
  • Ekonomi: Pendapatan pelaku wisata dan nelayan menurun drastis.
  • Sosial: Ketegangan antara masyarakat adat, pemerintah daerah, dan perusahaan meningkat.
  • Budaya: Hak-hak masyarakat adat terancam hilang seiring rusaknya wilayah sakral dan sumber hidup mereka.

Siapa yang Terlibat?

  • Pemerintah pusat: Telah mengambil tindakan awal dengan membekukan izin tambang bermasalah.
  • Perusahaan tambang: Masih ada yang beroperasi dengan izin aktif.
  • Masyarakat adat dan pelaku wisata: Menolak kehadiran tambang.
  • Aktivis lingkungan dan akademisi: Menyoroti dampak ekologis yang tidak bisa dibalikkan.

Kenapa Ini Terjadi?

Masuknya tambang ke kawasan konservasi merupakan konsekuensi dari kebijakan eksploitasi sumber daya alam yang belum sepenuhnya memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutan. Minimnya pengawasan dan lemahnya tata kelola lingkungan memperparah persoalan.

Bagaimana Seharusnya?

Langkah-langkah yang direkomendasikan:

  1. Moratorium total tambang baru di kawasan konservasi.
  2. Audit menyeluruh terhadap perusahaan tambang aktif, terutama di Pulau Gag.
  3. Penguatan hak masyarakat adat melalui perlindungan hukum dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.
  4. Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat sebagai alternatif ekonomi hijau.
  5. Edukasi dan kampanye konservasi kepada publik dan wisatawan.
Raja Ampat adalah aset bangsa yang tak ternilai. Karena ia adalah simbol dari keberlanjutan, harmoni manusia dengan alam, dan warisan yang tak boleh digadaikan.

Kita semua sedang dihadapkan pada pilihan besar: menjadi bangsa yang menjaga atau bangsa yang menggali habis lalu menyesal. Karena di ujung timur negeri ini, surga sedang luka. Dan kita hanya butuh sedikit kepekaan untuk melihat bahwa tambang tak akan pernah bisa membeli kembali karang yang mati.

© 2025 | Artikel oleh Irfan Rizqy